JAKARTA - Banyaknya tugas berbentuk makalah dan rasa
kesulitan untuk menemukan ide kreatif membuat mahasiswa tergoda untuk
melakukan aksi plagiarisme. Sistem copy-paste menjadi jalan paling mudah yang ditempuh mahasiswa untuk menyelesaikan tugas mereka.
Head
of Learning Development Bina Nusantara (Binus) International Tatum S
Adiningrum memaparkan, gaya plagiarisme mahasiswa sudah terbaca dalam
karya tulis mereka. "Gaya penulisan seperti salin-tempel dan sebagian
menyalin tanpa paraphrase dan mencantumkan referensi itu bentuk
plagiarisme," kata Tatum dalam diskusi mengenai plagiarisme di Kampus
Binus International, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (8/5/2013).
Bahkan
yang lebih parah, aksi plagiarisme tidak hanya dilakukan oleh
mahasiswa. Tatum menambahkan, bentuk plagiarisme akademisi juga terjadi
pada rekan kerja sesama dosen.
"Terkait mahasiswa seperti
menerbitkan hasil penelitian mahasiswa bimbing sebagai penulis pertama
tanpa kontribusi signifikan. Sedangkan terkait rekan kerja, yaitu
mengambil tulisan dosen yang lebih junior," paparnya.
Tatum
menegaskan, para mahasiswa yang terbukti melakukan aksi plagiarisme akan
mendapatkan sanksi. Jenis sanksi tersebut, lanjutnya, sangat beragam
tergantung tingkat plagiarisme yang dilakukan.
"Sejauh ini
konsep plagiarisme bervariasi. Ada yang sangat ketat (harus restate
suatu pernyataan ilmiah), sanksinya seperti didiamkan, teguran,
mengulang tugas atau skripsi, tidak dinilai, dan bahkan sampai tidak
lulus," tegas Tatum.
Dia menyebut, mayoritas tidak ada sanksi
penanganan bagi akademisi plagiator. Banyaknya perguruan tinggi di
Indonesia serta minimnya alat ukur untuk mendeteksi aksi plagiarisme
membuat tindakan penjiplakan hasil karya sukar diketahui.
"Untuk
rekan kerja yang kedapatan melakukan plagiarisme akan diberi masukan dan
saran, hingga penanganan sistemik, seperti penundaan kenaikan jabatan
fungsional, diajukan ke Komisi Etik, dan pembatalan penelitian dan
pengembalian dana hibah" imbuhnya
Sumber :okezone
Categories:
Berita